Sabtu, 20 Desember 2014

Kepala yang Menunduk


Kembali lagi rutinitas wajib  itu aku lakukan. Dihadapan sang jubah putih itu, ku lepaskan pakaian penutup bagian atas yang ku kenakan. Ku jatuhkan kebawah hingga lantai. Terulang lagi seperti yang seminggu lalu telah terlaksana. Kedua tangannya mulai meraba setiap jengkal dadaku. Dengan gerakan seperti memijit, memutar, kadang menekan-nekan. Ahhhh.. rasanya ?! entahlah. Perih, tapi telah bosan aku meringis.
“ Kapan keputusan kamu dibuat ? “ tanya sang jubah putih. Pertanyaan yang sering terlontar dari bibir bergincu merah bata itu. Sudah bosan aku mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang berakhir dengan permintaan bahkan tak jarang berhujung pada pemaksaan. Yah si jubah putih itu memintaku untuk mengambil keputusan kapan aku bersedia untuk menjalani operasi. Stadium kankerku sudah mencapai level 3. Sebuah level yang tidak main-main, bahkan bisa menjadi tamat aku dibuatnya. Padahal belum puas aku bermain-main bersama penyakit ini.
                “ Iya nanti Mita. Di kantor masih banyak proyek yang belum selesai. Paling beberapa bulan lagi” jawabku. Sebenarnya aku memiliki seribu satu alasan untuk mengelak menjalani operasi itu. Namun lagi-lagi alasan yang paling logis adalah kantor, semua tipu muslihat itulah yang menjadi penghalang terlaksanannya hajat besarku itu.
“ Memang udah ga ada alternatif lain Mit ? “
                “ Lebih  baik kamu merenungi apa makna umur panjang. Semoga Tuhan dapat membuka jalan pikiranmu Ze… “
Aku menutup pintu ruangan dengan perlahan.Tak ingin karena suarannya yang gaduh membuatnya terganggu. Yahh benar. Dia lah penyemangatku. Dokter Paramita, dia lah yang selama ini menjadi Tuhan berikutnya dihidupku setelah Bapa,Bunda dan Roh Kudus. Bahkan sangking akrabnya aku denga  dokter ini, sampai-sampai sudah tidak ada lagi kata dokter sebagai panggilan hormatku padanya. Panggil Mita saja, itu pintannya padaku.
Dibilik berdindingkan kaca pemisah antara pasien dan seorang apoteker rumah sakit, Aku menebus resep yang diberikan Mita tadi. Dibagian bawah terdapat jendela kecil . Aku berikan kertas berisi goresan tinta yang tak jelas alur hurufnya. Tulisan yang meliuk-liuk, terlihat seperti sandi yang hanya dapat dimengerti oleh sang apoteker saja. “Silahkan tunggu disana.. “ suruhnya dengan nada yang lembut.

Sambil menunggu, ku ambil earphone dari dalam tas, lalu segera menyetel  lagu favorit dari handphone. Aku suka lagu-lagu hip hop ataupun rock. Iramannya . Berdegup-degup di jantung apabila terdengar sampai keras-keras. Rasanya telingaku menjadi penuh dibuatnya. Namun keasyikanku terganggu setelah datangnya seorang pria yang duduk tepat disebelahku.
                Suara riuh keluar dari tenggorokannya dan terdengar seperti ada lendir didalamnya. Tak ketinggalan, dari lubang hidungnya sayup-sayup terdengar suara  nafas yang terhalangi oleh sesuatu yang menggumpal didalamnya untuk turun ke bawah. Ia menutupinya dengan sapu tangan bermotif kembang-kembang hijau. Wah penebar virus orang ini.
“ Maaf yahh, Saya duduk disini tidak mengganggukan ? “
“ yasudah duduk saja “
Meski ku tanggapi dengan nada ketus tapi tetap saja Dia mengajakku untuk mengobrol. Mulai dari sebab-sebab Dia datang ke rumah sakit karena terserang demam. Bahkan mulai menyalahkan orang-orang yang tidak ku kenali. Mulai dari Jefri, Roy, Kokom dan ahhh persetan ! konon, mereka adalah orang-orang yang menyebabkannya terserang demam. Hujan-hujanan sepulang dari rapat yang dilaksanakan di luar kantor menjadi faktor utama menurutnya.
“ Namamu siapa ? “ Dia mengatakan itu sembari menyodorkan tangan kanannya. Dengan penuh harap cemas. Terlihat jelas di kelopak matanya yang terbingkai oleh lensa kotak yang bertangkai hingga telinga. Kami berkenalan di ruang tunggu apotek rumah sakit. Namannya Dan. Aku berharap itu nama baptis dari Daniel atau Dante. Ternyata itu sebuah nama sapaan dari nama Ardan. Pria berperawakan tegap itu seorang muslim ternyata. Pada intinya dari perkenalan kami terdapat kesimpulan bahwa dua orang penyakitan saling bertemu ditempat berkumpulnya orang-orang berpenyakit dan berkenalan. Mungkinkah kami berbagi penyakit ?
Pertemanan kami berlangsung sejak pertemuan kita di ruang tunggu itu. Dan sering menelponku pada saat malam hari. Dia juga sering ke kantorku untuk mengajak makan siang bersama. Lelaki beralis tebal itu terlalu banyak bicara, bahkan tak sungkan untuk menceritakan segala macam hal dalam hidupnya secara terperinci. Namun, Aku betah saja meladeni celotehannya itu. Dengan setulus hati, Dan menceritakan semuanya. Padahal Aku jarang membagi kisah hidupku bersamanya.
“ Aku ingin melamarmu Ze.. “

Gurauan itu membuatku tertawa cekikikan, namun rasanya ada aliran listrik yang mengejutkan syaraf-syaraf di jantungku sehingga dadaku bergetar. Ahh mungkin itu efek obat yang di berikan oleh Mita. Kadang beberapa obat berdosis tinggi memiliki efek membikin jantung berdebar bahkan keringat dingin.
Tak pernahku sangka semua itu ternyata bukanlah sekadar ocehan belaka. Namun jujur, memiliki seorang lelaki saja Aku tak pernah terpikirkan. Apalagi membayangkan sebuah pernikahan.  Ohh Bapa mengapa pria ini mengatakan hal demikian ?!
Operasi pemusnahan kanker itu akhirnya berhasil di wujudkan. Bonusnya Aku harus kehilangan organ penting dari tubuh yang berperan penting dalam proses susu-menyusui . Tapi setelah dilihat-lihat tak ada bedanya. Aku masih seksi seperti yang dulu-dulu. Ritual pijit-pijit telah usai. Kini ritual penyiksaan baru harus Aku hadapi. Aku berganti dokter. Dokter Darma, spesialisasi pengobatan pasca operasi. Kemoterapi, menyebutkan namanya saja membuatku seperti tersambar geledek di siang bolong.
Ku jalani kemoterapi, Dan dengan setia menemani setiap kegiatan baruku itu. Sesuai dengan efek kemoterapi yang telah dijalani para alumni pasien sebelum diriku. Rambut mulai tanggal dari kepala, alis mata hilang entah kemana, bulu mata yang lentik kini berguguran, bahkan perutku ikutan rewel memuntahkan segala sesuatu yang masuk kedalamnya.
“ Aku ingin kau jadi istriku Ze…. “
Sekali lagi Aku menolaknya. Karena asmara bukan fokus utamaku. Aku ingin sembuh. Tapi benar-benar, Dan memang kepala batu. Dia tak sedikitpun beranjak dan teguh pada pendiriannya.  Aku menyuruhnya untuk mencari wanita lain yang lebih sehat dan kuat. Karena tentu saja seseorang yang berpenyakit seperti ini pasti akan menjadi bibit penyakit untuk para generasi penerusnya. Lagi pula apakah orang tuanya mau menerima keadaanku yang penyakitan dan berkepala licin gundul seperti ini ?. Apalagi Dan menyandang predikat sebagai anak tunggal. Anak tunggal, yang artinya anak semata wayang keluarga.
Pastilah merepotkan bila Aku menjadi istrinya. Repot mulai dari acara pernikahan yang harus menyewa ambulan beserta seperangkat dokter siaga untuk berjaga-jaga. Repot dalam urusanku yang harus mondar-mandir kerumah sakit. Apalagi soal biaya. Tentulah akan menguras pundi-pundi kekayaannya yang telah susah payah dicari selama lima tahun terakhirnya  bekerja. Tapi tetap saja Dia tak mundur jua.
“ Tuhan kita berbeda Dan… “
“ Tuhan hanya satu. Manusialah yang membuatnya berbeda. Sudah cukup Aku menyentuhmu dengan pandangan. Sudah cukup Aku menciumi bayanganmu. Aku ingin semuanya menjadi nyata. Aku ingin Ze halal untuk Dan... “
Setelah mulutnya rapat usai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba dipandanganku terlihat dirinya memancarkan kilat-kilatan cahaya dan berubah menjadi sinar yang berkilauan. Mataku silau dibuatnya. Akupun tertunduk, Aku coba kembali menatapnya. Namun, lagi-lagi cahaya itu kembali terang berkali-kali lipat dari sebelumnya. Aku kembali tertunduk.
Aku menunduk hanya pada sang pencipta dunia beserta isinya, mendiang ibuku,  ayahku dirumah serta dokter Mita. Tapi kini aku menunduk di hadapannya. Rasanya seperti Tuhanku sedang berada di puncak ubun-ubunnya. Aku melihat Tuhan dalam dirinya. Kepalaku selalu tertunduk di hadapannya. Aku bisa meninggalkan manusia tapi mana mungkin aku bisa meninggalkan Tuhan. Aku harus berbuat apa ?
Kesehatanku semakin melemah. Kekbalan tubuhku mulai naik tunun. Paramita mulai angkat bicara soal dilema hati dan imanku ini. Dia seperti seorang pastur yang sedang berkhotbah didepan jidatku. “ apakah menikah berbeda agama itu sah ? lagi pula Negara tidak menyetujuinya Zee. Coba pikirkan dengan akal sehat serta imanmu. Bagaimana dengan tanggapan orang diluar sana !!! “ kata-kata itu seperti cambuk yang mengenai tubuhku. Aku tidak perduli dengan cibiran manusia diluar sana. Mereka bukan hakim, yang berhak untuk menjatuhkan hukum padaku. Mereka hanyalah penonton yang bisanya menyalahkan dan bergunjing.  
Cinta betapa jahatnya dirimu. Kau dengan bebas menghubungkan antara pria dan wanita serta menyatukannya dalam kemesraan. Kini kau malah membuat korbanmu menjadi  kebingungan. Tentang bagaimana cara untuk menyatukan ikatannya. Kini kau membuatku harus menyusuri tempat yang penuh dengan jalan dan lorong yang berliku-liku dan simpang siur. Terhadang dengan kokohnya perbedaan agama, adat, dan hukum yang berlaku.
Aku mencintai Dan. Dan mencintai aku. Perbedaan yang  diantara kita semakin kokoh dan tegak berdiri, serta semakin sulit untuk kami dapat tembus ataupun sekadar mencari secercah celah. Semakin tembok itu dihancurkan, maka semakin kokoh bangunan itu. Tidak ada lubang ataupun celah yang dapat dihancurkan untuk dapat kami bertemu ataupun saling memegang tangan.

Apakah dia harus ikut beriringan denganku melantunkan  Rosario dengan khidmat, atau aku berada dibelakangnya dengan pakaian penutup aurat serta menjadi makmum saat bersujud padaNya. Apakah Tuhan mau menerima seorang hamba baru, yang bersedia memujaNya karena pengorbanan dari sebuah cinta terhadap seseorang yang dicintainya. Sebuah pengorbanan tentang keyakinan serta iman.
Apakah pemujaan Tuhan karena cinta terhadap seseorang dapat diterima oleh sang pencipta cinta itu sendiri ? lalu bagaimana dengan iman dan keyakinan yang dipaksakan oleh cinta terhadap seseorang dan bukan karena cintanya kepada Tuhan. Cinta terhadap Tuhan baru yang masih diragukan keabsahannya, cinta yang suci dengan ikhlas beribadah atau cinta semu yang terpaksa dilakukan ?. Aku ingin memilikinya. Aku harus apa sekarang ? aku bisa lakukan apa ? ohh Tuhann.
***
Tuhan dengan perlahan memutar lentera milikNya yang teramat besar itu dari langit. Memutarkannya ke sisi lain dari bumi  ini, agar manusia dibelahan bumi yang lain dapat merasakan dahsyatnya khasiat dari lentera besar ini. Redup-redup cahaya lentera itu lalu benar-benar menghilang cahayanya. Semuanya gelap gulita, namun Tuhan masih menyediakan lampu yang dapat menyinari bumi  yang merupakan satelit alam. Lampu cantik yang dapat berubah bentuk dari sabit yang berbentuk senyuman manis, ataupun bulatan besar seperti biscuit coklat. Satelit yang dengan setia memutari bumi tanpa pernah protes itu mulai menampaknyan wajahnya. Namun kemilau cahaya dari satelit itu tertutup sinarnya oleh rintikan air yang menetes dari awan. Rintik-rintik air itu semakin lama semakin turun dengan derasnya. Petir ikut menghiasi langit dengan guratan-guratan kilat dan berakhir dengan dentuman keras dari langit, yang menggelegar sampai ke bumi.
Pesawat listrik yang bergagang itu berdering tiba-tiba. Aku angkat gagang putih yang terdapat tali melingkar-lingkar  dari ujung gagangnya itu sampai dipapan bertombol warna-warni yang berfungsi untuk mengalirkan listrik. Terdengar seseorang yang berbicara dari dalam pesawat telepon itu dengan nada lembut dan sopan.
“ Selamat malam dengan Ibu  Zean disini ?”
“ Ya benar dengan saya sendiri. Ini siapa ? dan perlu apa malam-malam begini menelpon ?”
“ Kami dari Rumah Sakit Sumber Abadi, kami ingin memberitahukan bahwa kerabat Anda sedang berada dirumah sakit ini”
“ Kerabat ? siapa namanya ? dan apa yang terjadi ? “
“ Sekitar pukul delapan malam tadi kami baru saja mendapatkan pasien kecelakaan tabrak lari, dan korban datang dalam kondisi sudah sekarat. Korban bernama Ardan Wijoyo “
“ ya Tuhan… bagaimana kondisinya saat ini ?! di…. dimana alamat rumah sakitnya ? “
“ Maaf Ibu.. korban kini tidak dapat tertolong lagi. Korban meninggal karena kehabisan banyak darah. Alamat rumah sakit kami di Jalan Warkasya kavling 73. Kami menelpon Ibu karena kami menemikan secarik kertas yang berada dalam saku jaket kulit milik korban. Lalu kami segera mencari nomer telepon Ibu di phonsel miliknya “
“ Haloooo…. Halooooo… Ibu Zean ? halooo … Ibu Zean.. … “
Tuuutttt…… tuuutttt…… tuttttt…….


Priuk, 16 Desember 2014

Jumat, 05 September 2014

Bersyukur

Cukup !!!
Hentikan !!!
Berlebih-lebihan, berhambur-hamburan. Lihatlah disekeliling lingkungan kita. Masih banyak anak-anak kelaparan dan bergizi buruk.
Saling berbagi nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Itu adalah solusi yang sederhana untuk bisa dikerjakan.
Karna pada dasarnya 2,5% milik kita adalah milik mereka juga.

Kamis, 21 Agustus 2014

Hayooo ini apaaa ?!

Masih ingatkah dengan makanan ini ??

Waktu masih taman kanak-kanak, sering sekali mama belikan biskuit ini setiap beliau pergi ke swalayan. Waktu dulu rasanya masih original. Sekarang sudah ada rasa-rasa yang beragam.

Bersyukur deh... Brand makanan ini masih ada dipasaran. Tentunya, para konsumen akan bernostalgia dengan biskuit berbentuk imut ini.

Jadi pengen belii....
Selamat menikmati, yummmyyyy

Jumat, 15 Agustus 2014

Turunkan kadar lemak tubuh

Hay guys...
Sudah menjadi hal yg sering untuk para kita kita yg masih muda, sering mengonsumsi makanan yg berlemak serta berminyak. Apabila hal tersebut sering dilakukan, wahhh bisa bahaya tuhh.
Nihh...
Aku mau kasih tips buat kalian kalian pecinta makanan berlemak dan berminyak.
Setelah mengonsumsi makanan serem itu, biasakan malamnya meminum seduhan :
- Teh daun asli 1 sendok
- Jeruk nipis/lemon secukupnya
- Madu 1 sendok atau bisa menggunakan       gula tapi hanya stngh sendok

Oke deh sekian tips dari aku.

Perkenalan

Assalamualaikum..
Selamat datang diblog milikku. Setiap coretan dari blog ini berisi tentang cerpen, puisi, dan ilmu pengetahuan lainnya setra curhatan pribadiku. Sering sering datang berkunjung yah. Terimakasih Wassalamualaikum