Rabu, 27 April 2016

FENOMENA LGBT

           Fenomena LGBT

Indonesia pada saat ini sedang dihebohkan dengan sebuah komunitas yang mengancam moralitas bangsa. Komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender). Komunitas LGBT yang kini telah menyebar diberbagai belahan Negara dan kini sudah masuk ke ranah Indonesia, bahkan kini mereka meminta pengakuan legalitas dari Negara. Sebenarnya fenomena LGBT ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kita. Biasanya kita sering menyebut orang yang menyukai sesama jenis disebut homo untuk penyuka sesama laki-laki dan lesbian untuk penyuka sesama perempuan.

Bagi masyarakat Indonesia yang masih patuh pada norma, agama serta tradisi kesopanan para leluhur zaman dulu sangat wajar kalau mereka menentang. Lebih dari itu, alasan mereka tidah hanya sekadar norma agama ataupun norma susila, melainkan juga yang saat ini dikhawatirkan akan mempengaruhi moral serta jati diri remaja yang masih dalam proses pencarian identitas diri, sehingga akan membawa mereka ke gaya hidup  yang dianggap menyalahi norma dan menyalahi aturan agama.

Bagi mereka para pejuang pembela hak asasi manusia, LGBT itu tentu saja dianggap sebagai hak seseorang yang mesti dihargai. Maka kita tidak bisa menampik bahwa akan muncul pro dan kontra. Dengan dalil mereka yang membahas dari segi psikologis, hak asasi manusia, maupun hak mengeluarkan pendapat. Penuntutan pemerintah untuk segera ikut serta melegalkan komunitas ini juga mereka perjuangkan.

LGBT bagi sebagian ahli menyatakan bahwa perilaku tersebut adalah sebuah kelainan. Jika LGBT  dianggap sebagai suatu kelainan, mestinya kita bersimpati dan berempati bagaimana membantu menyembuhkan mereka. Mungkin saja para pelaku komunitas LGBT dulunya orang-orang normal yang mencintai lawan jenis mereka. Tetapi karena pengkhianatan dan pembohongan cinta yang membuat mereka merasa trauma untuk menjalin sebuah hubungan asmara kembali dengan lawan jenis mereka, karena takut tersakiti kembali.
Jika LGBT dianggap sebagai jalan terakhir bagi kamu-kaum kesepian dan tertindas seperti mereka, sungguh ironis  memang jika perilaku tersebut menjadi pilihan.

Saya merasa para pelaku LBGT ini sadar akan perbuatan yang mereka lakukan ini menyimpang. Namun kembali lagi mereka merasa nyaman dengan perilaku ini. Mereka merasa lebih “hidup” jika berkumpul dengan orang-orang yang seideologi dengan dirinya. Mereka merasa ketakutan untuk menjalin hubungan asmara layaknya orang normal pada umumnya. Trauma tentang asmara.
Mereka para pelaku LBGT biasanya aktif di media sosial. Sebagai kaum minoritas yang menyimpang dari aturan-aturan yang normal di masyarakat, membuat mereka yang merasa terkucilkan, kesepian dan tertindas. Oleh sebab itu, komunitas ini sering aktif dan efektif menggunakan fasilitas media sosial untuk memperkenalkan diri, mencari teman yang senasib.

Gerakan LGBT begitu cepat  menjadi gossip nasional berkat media sosial dan berita-berita mulai ikut menjadikan LGBT sebagai headline news di redaksinya masing-masing. Kondisi masyarakat kita yang mudah “menelan mentah-mentah” segala berita-berita yang disajikan oleh berbagai media ceta, elektronik maupun online, tanpa melalui proses penyaringan keakuratan informasi, sangat rentan terprovokasi. Takutnya masyarakat dapat bertindak anarkis ataupun tindakan-tindakan lainnya yang bersifat mengintimidasi mereka.

Salah satu antisipasi dari gerakan LGBT ini supaya tidak masuk ke lingkup keluarga Anda adalah dengan cara memeranginya. Bukan dengan cara perang dengan seperangkat senjata ataupun bom rakitan digenggaman tangan. Tetapi memeranginya dengan cara kembali mengajarkan konsep-konsep ketuhanan mulai dari lingkup keluarga. Kembali pada konsep agama masing-masing yang dianut disetiap keluarga di Indonesia menjadi langkah termudah dan utama dalam membentengi diri dari segala hal yang bersifat negatif, tidak terkecuali LGBT ini.
Kemudian membekali remaja putra maupun putri tentang pendidikan moral dan kesopanan yang berlaku di Indonesia. Karena sejatinya Negara dapat maju dan berkembang apabila generasi penerusnya tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga  memiliki tingkat moral yang tinggi serta berprilaku sopan. Dengan terlaksananya pendidikan moral tersebut para remaja di Indonesia dapat memahami akan perbedaan moral di Negara sendiri dengan perbedaan luar negeri.
Orangtua sekarang mesti belajar menjadi tempat ternyaman untuk bercerita dan berkeluh kesah buah hati mereka. Kadang anak-anak merasa takut dan canggung untuk membicarakan sesuatu hal. Mulai dari hal yang bersifat sepele maupun sesuatu hal yang rumit yang anak-anak mereka alami dikehidupannya. Ciptakan komunikasi dua arah yang selaras dan stabil terhadap putra putri Anda dirumah, agar tindakan-tindakan kenakalan remaja yang buruk dapat diminimalisir dalam keluarga maupun disekolah.

Fenomena LGBT ini sebenarnya dapat diatasi sedini mungkin agar penyebarannya tidak meluas. Membentengi diri dengan pendidikan spiritual serta pendidikan moral bangsa yang mesti digalakkan kembali oleh Pemerintah. Diharapkan agar masa depan generasi penerus bangsa ini akan tetap terjaga martabat dan jati diri bangsa.

Priok,27 April 2016
Eka Rahmawati