Rabu, 30 November 2016

Mentoring UNJ, sarana edukasi keagamaan aktif mahasiswa masa kini

                    Mentoring yuk...

         Kumpululan para mahasiswa-mahasiswa muslim dari berbagai fakultas maupun jurusan yang ada di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Membentuk kelompok-kelompok dan menyebar disudut hingga tidak jarang dipelataran masjid. Beranggotakan delapan hingga sepuluh mahasiswa muslim yang akfit mempelajari serta berdiskusi seputar agama Islam. Jika Anda penasaran, bisa loh coba sedikit merapat dan Anda akan mendengar sayup-sayup lantunan ayat-ayat Al-Quran yang mereka bacakan. Itulah kegiatan mentoring di Masjid Nurul Irfan UNJ kampus A.

         Bagi teman-teman mahasiswa UNJ yang sering melaksanakan ibadah shalat Dzuhur dan shalat Asar di masjid kampus A ini, pasti sering deh melihat teman-teman kita yang satu ini. Mentoring merupakan sebuah kegiatan rutinitas yang sering dijumpai di Masjid Nurul Irfan atau yang biasa warga UNJ sebut Masjid Meni. Kegiatan mentoring ini merupakan kegiatan yang aktif dalam pengenalan, pengajaran, serta pembinaan seputar ilmu agama Islam di kampus UNJ.

         Para peserta mentoring dibedakan menjadi dua. Mentoring Ikhwan bagi mahasiswa-mahasiswa UNJ putra dan Mentoring Akhwat bagi mahasiswa-mahasiswa UNJ putri. Mentoring ini juga ada kakak pembimbingnya loh, yang sering disebut “Kabim”. Kabim mentoring merupakan peserta mentoring juga yang sudah lama aktif dalam kegiatan mentoring ini serta mampu membagi ilmunya kepada peserta mentoring pemula.

         Kabimnya juga dibedakan untuk ikhwan dan akhwat. Tetapi tidak jarang mereka sering digabungkan, itu pun jika ada kajian atau diskusi umum tentu dibatasi oleh penutup yang memisahkan anta putra dan putri. “Kita bedain kok untuk Kabimnya untuk ikhwan dan akhwat, tetapi jika ada diskusi barsama maupun kajian-kajian gitu juga bisa bergabung.Tetapi tetap dibatasi oleh kain hijab sebagai pembatas.” ujar Nurhayati mahasiswa jurusan bahasa Arab yang merupakan salah satu peserta mentoring.

         Bagi teman-teman UNJ yang ingin bergabung dalam mentoring ini sangatlah mudah. Calon peserta akan diuji cara membaca Al-Quran terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelancaran dan kefasihan dalam membaca Al-Quran, sekaligus menyesuaikan bersama dengan siapakah Kabim yang cocok dengan calon peserta mentoring bergabung.

         Pada tahap pemula para peserta mentoring diajak untuk memahami seluk beluk tentang Islam. Bagaimana seorang muslim memahami tentang agama Islam secara hakiki. Pemberian materi fiqih juga mulai diberikan pada tahap pemula, walaupun masih yang bersifat ringan dan mudah untuk dipahami.

         Metode bimbingannya dilakukan dengan cara berdiskusi atau sharing to sharing antar peserta mentoring. Jadi obrolan interaktif yang sebenarnya mendiskusikan tentang ilmu agama Islam jadi lebih mudah diterima dan diserap oleh peserta mentoring. Para peserta mentoring juga diberikan beberapa hafalan surat-surat pendek maupun hadist yang nantinya akan disetorkan kepada Kabim masing-masing kelompok mentoring.

         Mentoring ini juga ada kenaikan tingkatnya, loh. Apabila para peserta mentoring dapat memenuhi tagihan hafalan-hafalan surat-surat pendek dan hadist, aktif menyetorkan laporan kekerapan dalam menunaikan shalat Tahajud dan shalat Dhuha, dan pastinya keaktifan setiap sesi mentoring merupakan hal-hal penunjang bagi para peserta dapat naik tingkat level mentoring yang lebih tinggi lagi. “Karena apabila ibadah rajin kita kerjakan maka keimanan seseorang akan meningkat, itu yang menjadi latar belakang di mentoring ini juga ada naik tingkat atau levelnya.” ujar Nurhayati kembali.

         Apabila sudah naik level mentoring ditahap selanjutnya, para peserta mentoring akan diberi materi-materi bimbingan tentang kajian Islam lebih mendalam lagi. Pada tahap lanjutan, mentoring dilaksanakan dengan acuan silabus sebagai target pencapaian peserta mentoring. Untuk tahap-tahap yang lebih tinggi lagi para peserta mentoring tentu akan mempelajari tentang ilmu agama Islam semakin mendalam. Bagi para peserta mentoring yang sudah menguasai materi serta ilmu yang diberikan saat mentoring berlangsung, akan diikut sertakan untuk menjadi Kabim-kabim baru untuk re-generasi peserta mentoring selanjutnya.

         Bagi teman-teman mungkin seringkali berasumsi bahwa hanya akhwat yang berpakaian layaknya "umi-umi" saja yang boleh mengikuti mentoring ini, etiisss tunggu dulu! Mentoring ini bersifat umum untuk mahasiswa muslimah di UNJ loh. Peserta mentoring tidak hanya terbatas bagi akhwat yang menggunakan busana dengan kerudung panjang dan gamis saja, bagi teman-teman yang masih menggunakan celana jins atau yang masih menggunakan busana "kekinian", tetep bisa dong ikut mentoring. "Bahkan ada loh yang gak pakai kerudung juga ikut mentoring, yang penting niatnya untuk mengikuti mentoring. Dengan begitu, sambil ikhtiar menjemput hidayah dari-Nya juga kan", ujar mahasiswa bahasa Arab ini lagi.

         Dengan mentoring secara rutin bukan hanya ilmu keagamaan saja yang didapat tetapi juga persahabatan serta keluarga baru. Mentoring tidak hanya melulu membahas tentang agama Islam saja, tetapi juga membahas masalah akademik dikelas, curahan hati peserta yang selama ini mengganggu pikiran mereka dapat diceritakan dan dicarikan solusinya bersama. Bahkan curhat mengenai kendala dalam pembayaran UKT pun diperhatikan dalam kegiatan mentoring ini. “Kita juga sering sharing masalah nilai akademik, curhat tentang keluarga, bahkan sampai pembayaran UKT. Jika ada yang mengalami kesulitan, Insyaallah akan dicarikan solusinya secara bersama-sama.” ujarnya kembali sambil tersenyum.  

         Mentoring di Masjid Meni UNJ kampus A ini, merupakan salah satu kegiatan positif yang dapat menjadi pilihan bagi mahasiswa-mahasiswa UNJ. Kegiatan tambahan diluar jam mata kuliah yang bersifat mendidik, mengarahkan dalam hal ibadah serta pastinya positif bagi perserta yang mengikutinya. Mentoring tidak hanya sekadar tempat berkumpul untuk mempelajari agama, tetapi juga sebagai tempat untuk menjalin persaudaraan dan persahabatan bagi peserta mentoring. “Mentoring tuh sudah seperti keluarga kedua aku deh.” kesannya sebagai penutup.

Sabtu, 12 November 2016

PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK


PEMEROLEHAN BAHASA
Eka Rahmawati
Sastra Indonesia (UNJ)

    Pemerolehan bahasa merupakan suatu gejala pada proses tumbuh kembang manusia yang menakjubkan untuk ditelusuri sebab proses terjadinya. Pertumbuhan manusia mulai dari ia dilahirkan tumbuh menjadi balita sudah mulai dapat mengenal berbagai jenis bunyi, mulai dari yang paling sederhana yaitu bunyi suara sang ibu. Sang balita kemudian tumbuh menjadi anak-anak, dimana proses memeroleh bahasa semakin lebih berwarna dengan dunia belajar sambil bermain mereka. Selanjutnya masa remaja, dimana bahasa ibu sudah tertanan menjadi identitas kebahasaannya. Beranjak dewasa mulai menambah bahasa-bahasa asing untuk dapat dikuasai, demi kepentingan pergaulan maupun kepentingan aktivitasnya.
   
    Namun bagaimana cara bayi tersebut dapat memeroleh bahasa ibunya? Bagaimana tahap serta fase seorang bayi hingga dewasa dalam memeroleh bahasa? Apakah lingkungan sekitar dapat menjadi agen penting dalam pemerolehan bahasa?

    Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya, Abdul Chaer 2002. Pemerolehan bahasa melalui proses seseorang memperoleh, mendengarkan, mengutarakan, mengelola, menyimpan kosakata dari bahasa pertama yang diajarkan terhadapnya. Bahasa tersebut disebut dengan istilah bahasa ibu. Bahasa ibu merupakan bahasa yang pertama kali diperdengarkan maupun diajarkan kepada orangtua kepada anak-anak mereka. Dalam konteks pemerolehan bahasa ini, subjek dari seorang pemeroleh bahasa ialah anak-anak.

    Terdapat dua proses dalam memperoleh bahasa pertama pada anak. Proses kompetensi dan proses performasi. Proses kompetensi adalah proses pemahaman untuk memahami setiap bahasa bahasa yang diujarkan ataupun diajarkan kepada anak tersebut. Sedangkan proses performansi ialah proses menghasilkan kalimat-kalimat yang telah diajarkan. Misalnya, ketika seorang anak diajarkan kepada ibunya untuk mengucapkan kata “bebek” disertai dengan bentuk hewan tersebut, maka anak itu akan  mengucapkan kata “bebek” saat melihat hewan tersebut kembali.

    Menurut Chomsky, kompetensi pemerolehan bahasa mencakup tiga komponen tata bahasa (Abdul Chaer 2002). Komponen sintaksis, komponen semantic dan komponen fonologi. Komponen-komponen ini berpengaruh dalam pemerolehan leksikon atau kosakata dalam pemerolehan bahasa. Terdapat tiga hipotesis yang berkaitan dengan masalah pemerolehan bahasa. Yakni hipotesis nurani, hipotesis tabularasa, dan hipotesis kesemestaan kognitif.

    Hipotesis yang pertama adalah hipotesis nurani. Hipotesis nurani muncul dari hasil beberapa pengamatan yang dilakukan oleh para pakar terhadap pemerolehan bahasa pada anak (Lenneberg, 1967 dan Chomsky,1970). Hipotesis nurani ini perlu dibedakan menjadi dua macam, yaitu hipotesis nurani bahasa dan hipotesis nurani mekanisme. Hipotesis nurani bahasa adalah pemilihan satu bahasa yang diajarkan kepada seorang anak yaitu bahasa ibunya. Hal ini bertujuan untuk mendukung proses komunikasi seorang anak kepada lingkungan sekitarnya yang berbahasa sama dengan yang diajarkan oleh orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang lahir dari suku Jawa tentu diajarkan oleh orangtuanya berbahasa Jawa sesuai dengan daerah asalnya.

    Sedangkan hipotesis nurani mekanisme adalah proses pemerolehan bahasa tambahan selain bahasa ibu yang telah dikuasainya. Hal ini bertujuan untuk menambah proses perkembangan kognitif dalam seiring pengalaman. Pemerolehan bahasa tambahan ini biasanya terjadi di sekolah formal maupun non formal. Misalnya anak yang berasal dari suku Jawa tadi telah duduk di kelas 5 SD, di sekolahnya tempat ia belajar tentu diajarkan cara berbahasa Indonesia yang formal dan belajar bahasa asing sebagai tambahannya. Contoh bahasa yang sering diajarkan di sekolah-sekolah adalah bahasa Inggris dan bahasa Arab.

    Manusia ialah makhluk Tuhan yang memiliki anugrah kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya. Anugrah ini ialah kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi antar sesama manusia. Namun bagaimanakah manusia memperoleh bahasa? dan apakah terdapat sarana atau alat pendukung proses pemerolehan bahasa? Menurut Chomsky dan Miller (1957), alat yang digunakan sedari mereka lahir untuk dapat berbahasa adalah language acquisition device (LAD). Alat ini digunakan sejak seorang anak mempelajari bahasa ibunya.
Cara kerja alat ini adalah  apabila sejumlah ucapan yang diperdengarkan kepada seorang balita yang sehari-hari sering diucapkan oleh orangtua maupun orang-orang yang berada disekitarnya, dengan bahasa yang konsisten dan berlangsung secara terus menerus. Maka sang balita pun anak merekan suara tersebut sebagai input bahasa. Kemudian sang balita akan memproses arti dari suara tersebut dengan respon balik yang muncul apabila suara tersebut muncul kembali. Sang balita akan mengerti tata bahasa dari suatu bahasa yang sehari-hari didengarnya sebagai out put. Misalnya apabila balita tersebut berasal dari suku Sunda, maka ujaran-ujaran dengan bahasa Sunda yang setiap hari didengarnya akan terpatri dan dikenalnya sebagai bahasa ibu yang pertama dia kenal.

    Hipotesis kedua adalah tabularasa. Hipotesis tabularasa menyatakan bahwa otak bayi layaknya sebuah kertas kosong pada saat ia dilahirkan. Kertas kosong tersebut nantinya akan diisi dengan pengalaman dan pengetahuan seiring tumbuh kembang bayi tersebut. Hipotesis ini lahir dari seorang tokoh yaitu John Locke. Hipotesis tabularasa adalah semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa. Perilaku yang mencul merupakan hasil dari  peristiwa-peristiwa linguistic yang dialami dan diamati oleh manusia tersebut. 

    Sejalan dengan hipotesis ini, behaviorisme menganggap pengetahuan linguistic terdiri dari rangkaian yang dibentuk dengan cara stimulus dan respon. Berdasarkan kerangka behaviorisme ini muncul teori mediasi yang disebut “rantai respon”. Menurut prinsip ini jika seseorang telah mengetahui hubungan antara kelambu dan kasur, dan hubungan antara kelambu dan selimut, maka mengetahui hubungan antara selimut dan kasur akan jauh lebih mudah karena peranan yang dimiliki oleh faktor penengah atau mediasi, yaitu kelambu yang mempunyai hubungan erat antara kasur dan selimut.

    Dari penjelasan diatas, terdapat dua buah prinsip baru yaitu kesamaan stimulus. Kesamaan stimulus adalah prinsip yang mempelajari hubungan antara dua benda A dan C akan jauh lebih mudah jika hubungan diantara kedua benda itu dengan stimulus yang sama kesamaan respon. Kesamaan respons adalah prinsip bahwa mempelajari hubungan antara dua benda A dan C juga akan jauh lebih mudah jika diantara kedua benda itu dengan respon yang sama (misalnya B).

    Kemudian muncul pakar bahasa yaitu Skinner. Menurut Skinner (1957) berbicara merupakan satu responoperan yang diberikan kepada stimulus dari dalam atau dari luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Skinner memperkenalkan sekumpulan katagori respond dan fungsinya, yaitu mand, tacts, echois, textual,  dan intraverbal operant.

    Mand, muncul ketika seseorang menginginkan sesuatu untuk mendapatkannya. Contohnya, seorang anak mengatakan “mamam” maka ia menginginkan sebuah roti atau bubur karena ia lapar. Tacts merupakan respon dari seorang anak ketika telah mengetahui nama dan bentuk benda tersebut. Contohnya ketika ia melihat motor didepannya maka is akan berkata “motor” sebagai respon. Echois pengaruh bahasa yang diberikan oleh seseorang terhadap seorang anak untuk menirukan ucapannya. Contohnya seorang ibu menyuruh anaknya untuk betrkata ayam, maka anak itu akan mengatakan ayam serupa dengan perintah ibunya. Textual adalah stimulus tertulis yang mempunyai korelasi dengan bahasa tertulis itu. contohnya terdapat bacaan kata “kucing” maka stimulus respon fonetiknya adalah [kuciŋ].Intraverbal Operant adalah operan dari berbahasa yang diatur oleh perilaku berbahasa terdahulu. Contohnya apabila disebutkan kata meja maka akan muncul kata kursi.

    Hipotesi yang ketiga adalah Hipotesis Kesemestaan Kognitif. Hipotesis ini diperkenalkan oleh Piaget. Menurut teori kesemestaan kognitif bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognutif deriamotor. Struktur yang diperoleh dari interaksi yang dilakukan oleh anak-anak dengan benda-benda serta orang-orang yang berada disekitarnya.
      
    Interaksi yang dilakukan oleh anak-anak denga benda disekitar serta orang-orang yang berada disekelilingnya, dapat diurutkan pemerolehannya secara garis besar adalah sebagai berikut.
        
    Antara usia 0 sampai 1,5 tahun anak-anak mulai memberi reaksi terhadap apa yang ada disekitarnya. Anak-anak mulai menyadari tentang apa yang dilihatnya, kemudian menyentuhnya dan diamatinya. Misalnya bayi mulai merespon setiap sentuhan sendok makan yang menyentuh mulutnya saat diberi makan, responnya adalah membuka mulutnya untuk menerima makanan.
Struktur linguistic mulai dibentuk berdasarkan bentuk-bentuk kognitif umum yang telah dibentuk ketika berusia kurang lebih dua tahun. Pada umur-umur tersebut mulailah seorang balita belajar untuk mengenal bentuk-bentuk ujaran yang diajarkan oleh kedua orangtuanya dan memaknai apa yang dibicarakan orang-orang yang berada disekitarnya. Misalnya balita diajarkan cara untuk menyahut apabila namanya disebut oleh seseorang.

    Pada usia 7 tahun anak-anak mulai memasuki representasi kecerdasan. Tahap ini anak-anak mampu membentuk representasi symbol benda-benda seperti permainan. Peniruan, bayangan, gambar-gambar dan lain-lain. Misalnya anak-anak mulai merespon kartun-kartun yang bersifat interaktif untuk bergerak, melompat, menyanyi dan lain-lain.

    Menurut Sinclair-de Zwart (1973) kemudian merumuskan tahap-tahap pemerolehan bahasa pada anak. Pemerolehan bahasa pada anak melalui proses anak-anak memilih satu gabungan bunyi pendek dari bunyi-bunyi yang didengarnya untuk menyampaikan satu pola aksi. Misalnya saat bayi mendengar kata “mamam” yang berarti makan, maka bayi akan mengatakan “mam” yaitu bunyi pendek dari “mamam” saat ia lapar.

    Jika gabungan bunyi pendek sudah dipahami, maka anak-anak akan memakai seri bunyi yang sama. Seri bunyi  dengan bentuk fonetik yang lebih dekat dengan fonetik orang dewasa. Misalnya seorang anak merasakan sakit setelah terjatuh dari sepeda, maka anak itu akan mengatakan “akit mah” sebagai bentuk fonetik dari “sakit mama” yang dalam bentuk dewasanya.

    Setelah tahap tahap tersebut telah dikuasali olehnya, maka muncullah fungsi-fungsi tata bahasa pertama. Tata bahasa tersebut yaitu berupa subjek-predikat, dan objek-aksi. Misalnya seorang anak haus maka ia akan mengatakan “aku (subjek) haus (predikat)”.

    Masa kritis dalam tahapan pemerolehan bahasa pada anak menjadi perhatian khusus oleh para pemerhati pemerolehan bahasa pada anak. Masa kritis pemerolehan bahasa adalah periode kehidupan manusia yang ditentukan secara biologis sebagai masa pemerolehan bahasa secara lebih mudah. Pada umumnya pembelajar bahasa mengalami kesulitan dalam pemerolehannya.

    Pemerolehan bahasa pada manusia bermula pada tahap ketika seorang bayi baru dilahirkan. Bayi mulai dapat merespon di sekelilingnya dengan respon sederhana, yaitu menangis. Seiring bertambahnya usia bayi, kekampuan pancaindra mereka mulai bertambah. Pada saat ini masa kritis seorang bayi untuk memeroleh bahasa petama atau bahasa ibu berlangsung. Orangtua mulai memberikan stimulus kepada bayi mereka untuk mulai mempelajari serta merespon lingkungan sekitarnya.

    Masa kritis pemerolehan bahasa kedua umumnya berlangsung pada masa pubertas atau remaja. Pada masa ini seseorang telah mampu berkomunikasi secara fasih dengan bahasa ibu. Selanjutnya mereka mulai mengenal bahasa lainnya berdasarkan perkembangan proses penggunaan bahasa pada linggungan sekitar yang semakin luas dan beragam.
Sebaliknya, perkembangan lateralisasi berakhir jauh lebih awal dari masa pubertas dan bukan merupakan hambatan bagi pembelajar bahasa kedua yang sudah dewasa untuk memperoleh bahasa dengan aksen mirip penuturnya. Dalam kaitanya dengan usia, banyak orang percaya bahwa semakin muda seseorang, semakin mudah dia memperoleh atau mempelajari bahasa asing. Pembelajaran bahasa yang lebih muda dapat melakukan tugas belajar bahasanya lebih baik dibandingkan yang lebih tua, pendapat ilmuan yang menyatakan bahwa semakin awal memulai belajar bahasa asing semakin baik diperkuat oleh pandangan tersebut diatas. Beranjak dewasa mulai mempelajari bahasa-bahasa asing untuk mendukung pergaulan dan kegiatan yang lebih luas lagi.

    Terdapat beberapa fase-fase serta kemampuan seorang anak dalam kegiatan pemerolehan bahasa pertamanya. Fase yang pertama adalah fase  saru kata atau holofrase. Fase ini dimana anak menggunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau lainnya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata makan, bagi anak dapat berarti “saya mau makan”, atau makan dengan roti, dapat juga berarti “saya mau makan roti”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kita tahu dalam konteks apa kata tersebut diucapkan, sambil mengamati mimik (raut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diucapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.

    Fase kedua adalah fase saat kemampuan dua kata muncul pada anak berusia sekitar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan objek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya.  Mulailah mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana. Misalnya seorang balita ingin meminta minum kepada ibunya, sang balita mengatakan “mama mimi” yang berarti ia ingin minum.

    Fase ketiga adalah fase diferensiasi. Fase ini terjadi di periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkankata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberi tahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa. Misalnya sang balita mulai dapat merespon lingkungan sekitarnya saat bermain, “mama dedek mau mobil” yang berarti sang balita ingin sebuah mainan baru yaitu mobil-mobilan.

    Balita maupun anak-anak banyak cara yang mereka terkadang memiliki kesulitan dalam mengutarakan apa yang ia kehendaki. Kesulitan ini dikarnakan kosakata perbendaharaan kata yang mereka miliki jumlahnya masih terbatas. Hal ini sering mereka siasati dengan cara melakukan berbagai kegiatan tambahan untuk mendukung maksud yang diujarkannya.

    Cara memahami dan menganalisis bahasa pada anak antara lain dengan cara bahasa tubuh.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa salah satu jenis bahasa adalah bahasa tubuh. Bahasa tubuh adalah cara seseorang berkomunikasi dengan mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu melalui gerak isyarat, ekspresi wajah, sikap tubuh, langkah serta gaya tersebut pada umumnya disebut bahasa tubuh.

    Bahasa tubuh sering kali dilakukan tanpa disadari .
Misalnya seorang anak diajak bertamasya ke kebun binatang. lalu ia melihat hewan besar dengan leher yang panjang serta berkaki empat. Sang anak langsung terkejut melihat hewan tersebut serta mengeskpresikan kekaguman terhadap leher binatang itu dengan melakukan gerakan memperagakan bentuk leher panjang hewan itu. Kemudian orangtuanya memahami apa yang dimaksud anaknya itu. Kemudian menginformasikan bahwa nama binatang tersebut adalah jerapah.

    Sebagaimana fungsi bahasa lain, bahasa tubuh juga merupakan ungkapan komunikasi anak yang paling nyata, karena merupakan ekspresi perasaan serta keinginan mereka terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua (ayah dan ibu) saudara dan orang lain yang dapat mememuhi atau mengerti akan pikiran anak. Melalui bahasa tubuh anak, orang tua dapat mempelajari apakah anaknya menangis karena lapar, sakit, kesepian atau bosan pada waktu tertentu.

    Pada umumnya setiap anak merasa senang menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak berpendapat bahwa perhatian orang lain terhadapnya mudah diperoleh. Pemerolehan bahasa yang telah dikuasai oleh seorang anak  disamping itu juga dapat untuk menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk akal bagi orang tua, dan bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara anak dapat mendominasi situasi sehingga terdapat komunikasi yang baik antara anak dengan teman bicaranya.

    Kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di lingkungannya. Dengan keterampilan berkomunikasi anak-anak lebih mudah diterima oleh kelompok sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mendapat peran sebagai pemimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.

Selasa, 17 Mei 2016

Filsafat Bahasa dan Ambiguitas dalam Tulisan

1. Bahasa dan filsafat adalah 2 rumpun disiplin yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan. Jelaskan keterkaitan diantara keduanya ?

Hubungan Bahasa dengan Filsafat
Fungsi bahasa ialah sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain. Setiap gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak manakala tidak dikomunikasikan melalui bahasa. Bahasa sangat diperlukan dalam kehidupan.
Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antar manusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa yang hidup dalam kurun waktu tertentu tidak akan bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.
Karena itu, siapa pun orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat dengan bahasa.. Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bias mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buak pikiran kefilsafatan.

Louis O. Katsooff berpendapat bahawa suatu system filsafat sebenarnya dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya memiliki cinta yang sejati, sebuah cinta yang tidak mengetengahkan dimiliki dan memiliki. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya merupakan sistem symbol-simbol.
Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri di alam semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.

Bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun.

Bahkan akhir-akhir ini “bahasa” telah dijadikan sebagai objek yang sangat menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Hal ini selain bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.

Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi realisme di Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis bahasa seperti yang telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand Russel (1872-1970), Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ), dan yang lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis bahasa atau filsafat analitis.
Sebagaimana dijelaskan bahwa filsafat bahasa bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Hubungan bahasa dengan filsafat telah lama menjadi perhatian para filsuf bahkan sejak zaman Yunani. Para filsuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.

2.Jelaskan bahasa sebagai system tanda !

Bahasa merupakan sistem tanda. Kategori tanda menurut Pierce ada tiga, yakni ikon, indeks dan simbol. Ikon yaitu tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan dalam bentuk alamiahnya. Dengan kata lain, ikon adalah suatu benda fisik baik dua atau tiga dimensi yang menyerupai apa yang direpresen-tasikannya.

Indeks yaitu tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol yaitu tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya terjadi berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Konsep dasar makna bahasa didapatkan atas relasi atau hubungan antara penanda dan petanda.

Holdcroft, sebagaimana Saussure mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang membentuk objek yang utuh dalam dirinya. Bahasa juga bukan sekadar tata nama, sehingga pandangan yang menyatakan bahwa gagasan lebih dulu dari kata-kata dianggap pandangan yang keliru. Sementara itu, Holdcroft menyatakan tanda bahasa merupakan entitas psikologis yang berkaitan antara satu tanda dengan tanda lainnya hingga membentuk sebuah sistem.

Bahasa sebagai sistem tanda mencakup pula ketiga kategori tanda tersebut. Icon sebagai bentuk yang paling sederhana, karena ia hanya pola yang menampilkan kembali obyek yang ditandainya, sebagaimana bentuk fisik obyek itu. Ikon cenderung hanya menyederhanakan bentuk, tetapi mencoba menampilkan bagian yang paling esensial dari bentuk tersebut. Beberapa contoh sederhana ikon yang biasa kita temui, misalnya; gambar wajah adalah ikon dari diri seseorang atau ikon printer di komputer adalah ikon dari fungsi mencetak, yang akan dilakukan oleh mesin print, akan tetapi tulisan “Print” saja bukanlah ikon, karena tidak mewakili ciri fisik printer.

Indeks diterjemahkan secara literal sebagai some sensory feature (sesuatu yang dapat dilihat, didengar, atau mudah tercium baunya) yang kemudian menghubungkannya dengan obyek tertentu. Beberapa contoh yang biasa kita temui, misalnya; awan yang gelap dipahami sebagai tanda (indeks) akan datangnya hujan. Perlu dietahui, bahwa indeks selalu dipahami berdasarkan frekuensi kemunculannya. Artinya, untuk memahami tanda-tanda tersebut, perlu paparan berulang, terutama bagi manusia. Manusia belajar dari alam mengenai tanda-tanda alam, sehingga semakin sering suatu tanda muncul dan diikuti oleh peristiwa, atau kehadiran obyek tertentu, semakin hafal manusia terhadap indeks tersebut.

Simbol digunakan untuk membuat asosiasi terhadap suatu obyek yang tidak harus berhubungan langsung baik secara fisik maupun karena kehadirannya dalam waktu tertentu. Simbol dalam kata-kata seringkali dengan mudah keluar dari konteksnya, dan hampir selalu berhubungan dengan kata-kata lainnya. Karena sifatnya yang konvensi atau kesepakatan, maka perlu dicatat, bahwa simbol seringkali digunakan manusia untuk memahami sesuatu konsep, tanpa harus melihat langsung atau mengalaminya. Di sinilah kekuatan utama simbol yang diciptakan manusia. Ketika manusia sudah memiliki perbendaharaan kata indeksial yang kuat, dengan mudah ia dapat mengembangkan kata tertentu sebagai simbol. Dengan cara menemukan analogi atau hubungan yang masuk akal, kita bisa menggunakan suatu kata sebagai simbol yang sebenarnya keluar dari konteks kata yang sebenarnya.

Sementara itu, Duranti mengatakan bahwa mendeskripsikan budaya sama halnya dengan mendeskripsikan bahasa. Oleh karenanya, dengan mengetahui budaya dan bahasa suatu kelompok kebudayaan, maka akan lebih mudah memahami budaya tersebut atau dengan kata lain akan lebih mudah pula memahami makna bahasa tersebut. Keterkaitan antara budaya dan bahasa oleh Duranti dianggap akan dapat menguak makna serta dapat menemukan dan menentukan makna dibalik penggunaan bahasanya.

Duranti menganggap bahwa bentuk, fungsi, dan makna bahasa dapat mengungkapkan makna budaya. Makna budaya itu menyiratkan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat bahasa. Pemakaian bahasa dalam dimensi budaya mencakup: bentuk, fungsi, makna dan nilai. Analisis bentuk dan fungsi lebih menyoroti aspek kebahasaan secara mikro dan secara makro. Bentuk kebahasaan, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis bisa menjadi ciri bagi fungsi-fungsi pemakaian tertentu. Fungsi-fungsi dimaksud berkaitan dengan makna dan nilai budaya yang dianut oleh suatu masyarakat budaya. Dengan kata lain, bentuk tertentu bisa saja mencerminkan tipikal terhadap fungsi tertentu. Fungsi tertentu itu mungkin juga tipikal terhadap makna dan nilai budaya. Selain itu, makna bahasa juga dapat diketahui melalui simbol-simbol seperti di dalam semiotik. Dimana sistem semitok sendiri ada dan dibangun oleh suatu masyarakat budaya yang bersifat universal, meski dapat pula bersifat khas.

Bahasa dan budaya adalah milik suatu kelompok masyarakat. Dari sisi bahasa, kelompok dimaksud disebut masyarakat bahasa, sedangkan dari sisi budaya disebut kelompok etnik. Dari sisi hakikat, bahasa dan budaya bersifat arbitrer/manasuka. Sifat kemanasukaan itu dapat menyebabkan persepsi dan makna yang berbeda, bahkan bertentangan antara masyarakat tutur dan masyarakat budaya yang satu dengan yang lainnya. Dengan adanya sifat kemanasukaan itu, maka untuk mengetahui pemakaian bahasa dan makna didalamnya, maka diperlukan apa yang kita kenal sebagai etik-emik.

Etik-emik ini menganut prinsip bahwa, yang paling mengetahui makna budaya suatu kelompok etnik adalah kelompok etnik itu sendiri. Meskipun demikian, pemilik budaya kadang-kadang tidak tuntas menjelaskan muatan budaya yang dimilikinya itu. Atas dasar dikotomi pemahaman budaya oleh pendukungnya itu, diperlukan pendekatan yang dapat menjadi jalan keluar dalam penelitian bahasa dan budaya, yakni pendekatan etik-emik. Etik mengacu pada hal-hak yang berkaitan dengan budaya yang menggambarkan klasifikasi dan fitur-fiturnya menurut temuan pengamat/peneliti. Sementara emik mengacu pada sudut pandang suatu masyarakat dalam memperlajari dan memberi makna terhadap satu tindakan, atau membedakan dua tindakan. Etik adalah apa yang dipahami peneliti, sementara emik adalah apa yang ada dalam benak anggota kelompok/masyarakat budaya.

Sumber:
Duranti, Alesandro. 2000. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.
Holdcroft, David. 1991. Saussure: Signs, System, and Arbitrariness. Cambridge: Cambridge University Press.












3.Amati fenomena bahasa disekitarmu lalu hubungkan dengan konsep kelemahan dan kelebihan bahasa !


Kini peran media massa sangat banyak berpengaruh. Media massa sudah melebarkan sayapnya hingga ke ranah online. Media online dewasa ini, lebih mudah diakses ketimbang sarana lainnya. Seperti media cetak maupun elektronik.

Media online tentu sangat beragam jenisnya. Mulai dari topic pemberitaan maupun gendrenya. Hal ini tentu memunculkan persaingan yang ketat bagi masing-masig situs pemberitaan online tersebut. Hingga mereka melakukan segala upaya demi menjaga popularitas situs pemberitannya

Salah satunya dengan memberika judul artikel pemberitaan dengan bersifat melebih-lebihkan. Bahkan hingga memberikan judul depan dengan kata-kata yang bersifat konotasinya tidak baik dan seronoh. Hingga memunculkan persepsi yang berganda. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek penasaran bagi para nitizen untuk tertarik dan mau membaca berita online tersebut.

Misalnya contoh diatas. Berita tentang salah satu artis yang cukup sering berwara-wiri dilayar kaca Indonesia yang kini sedang terlibat kasus pelecehan seks. Saipul Jamiel atau yang kerap disapa Bang Ipul, diberitakan disalah satu situs media online yang menyebutkan menyamakan penjara yang saat ini ia tempati lebih seperti kandang ayam.

Jika dilihat sekilas saja sebelum membaca, memang membuat rasa penasaran ingin membaca berita tersebut sangat tinggi. Ini salah satu trik penulis berita untuk membuat nitizen penasaran untuk membuaka artikel tersebut. Saya pun merasa demikian sebagai pembuat artikel ini, merasakan hal serupa.

Tetapi jika dilihat dari sisi yang berbeda, seperti ada sisi ambigu didalam penulisan judul tersebut. Pembaca seakan-akan diajak untuk merasa pernyataan artis kondang tersebut tidak menghargai fasilitas yang ada didalam tahanan yang berlokasi di Jakarta Utara ini.

Sebaiknya media-media online lebih memberikan perhatian tentang kehati-hatian saat membuat judul artikelnya. Agar pembaca tidak rancu saat membaca dan menyerap informasi yang disuguhkan oleh situs-situs berita online.



























Rabu, 27 April 2016

FENOMENA LGBT

           Fenomena LGBT

Indonesia pada saat ini sedang dihebohkan dengan sebuah komunitas yang mengancam moralitas bangsa. Komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender). Komunitas LGBT yang kini telah menyebar diberbagai belahan Negara dan kini sudah masuk ke ranah Indonesia, bahkan kini mereka meminta pengakuan legalitas dari Negara. Sebenarnya fenomena LGBT ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kita. Biasanya kita sering menyebut orang yang menyukai sesama jenis disebut homo untuk penyuka sesama laki-laki dan lesbian untuk penyuka sesama perempuan.

Bagi masyarakat Indonesia yang masih patuh pada norma, agama serta tradisi kesopanan para leluhur zaman dulu sangat wajar kalau mereka menentang. Lebih dari itu, alasan mereka tidah hanya sekadar norma agama ataupun norma susila, melainkan juga yang saat ini dikhawatirkan akan mempengaruhi moral serta jati diri remaja yang masih dalam proses pencarian identitas diri, sehingga akan membawa mereka ke gaya hidup  yang dianggap menyalahi norma dan menyalahi aturan agama.

Bagi mereka para pejuang pembela hak asasi manusia, LGBT itu tentu saja dianggap sebagai hak seseorang yang mesti dihargai. Maka kita tidak bisa menampik bahwa akan muncul pro dan kontra. Dengan dalil mereka yang membahas dari segi psikologis, hak asasi manusia, maupun hak mengeluarkan pendapat. Penuntutan pemerintah untuk segera ikut serta melegalkan komunitas ini juga mereka perjuangkan.

LGBT bagi sebagian ahli menyatakan bahwa perilaku tersebut adalah sebuah kelainan. Jika LGBT  dianggap sebagai suatu kelainan, mestinya kita bersimpati dan berempati bagaimana membantu menyembuhkan mereka. Mungkin saja para pelaku komunitas LGBT dulunya orang-orang normal yang mencintai lawan jenis mereka. Tetapi karena pengkhianatan dan pembohongan cinta yang membuat mereka merasa trauma untuk menjalin sebuah hubungan asmara kembali dengan lawan jenis mereka, karena takut tersakiti kembali.
Jika LGBT dianggap sebagai jalan terakhir bagi kamu-kaum kesepian dan tertindas seperti mereka, sungguh ironis  memang jika perilaku tersebut menjadi pilihan.

Saya merasa para pelaku LBGT ini sadar akan perbuatan yang mereka lakukan ini menyimpang. Namun kembali lagi mereka merasa nyaman dengan perilaku ini. Mereka merasa lebih “hidup” jika berkumpul dengan orang-orang yang seideologi dengan dirinya. Mereka merasa ketakutan untuk menjalin hubungan asmara layaknya orang normal pada umumnya. Trauma tentang asmara.
Mereka para pelaku LBGT biasanya aktif di media sosial. Sebagai kaum minoritas yang menyimpang dari aturan-aturan yang normal di masyarakat, membuat mereka yang merasa terkucilkan, kesepian dan tertindas. Oleh sebab itu, komunitas ini sering aktif dan efektif menggunakan fasilitas media sosial untuk memperkenalkan diri, mencari teman yang senasib.

Gerakan LGBT begitu cepat  menjadi gossip nasional berkat media sosial dan berita-berita mulai ikut menjadikan LGBT sebagai headline news di redaksinya masing-masing. Kondisi masyarakat kita yang mudah “menelan mentah-mentah” segala berita-berita yang disajikan oleh berbagai media ceta, elektronik maupun online, tanpa melalui proses penyaringan keakuratan informasi, sangat rentan terprovokasi. Takutnya masyarakat dapat bertindak anarkis ataupun tindakan-tindakan lainnya yang bersifat mengintimidasi mereka.

Salah satu antisipasi dari gerakan LGBT ini supaya tidak masuk ke lingkup keluarga Anda adalah dengan cara memeranginya. Bukan dengan cara perang dengan seperangkat senjata ataupun bom rakitan digenggaman tangan. Tetapi memeranginya dengan cara kembali mengajarkan konsep-konsep ketuhanan mulai dari lingkup keluarga. Kembali pada konsep agama masing-masing yang dianut disetiap keluarga di Indonesia menjadi langkah termudah dan utama dalam membentengi diri dari segala hal yang bersifat negatif, tidak terkecuali LGBT ini.
Kemudian membekali remaja putra maupun putri tentang pendidikan moral dan kesopanan yang berlaku di Indonesia. Karena sejatinya Negara dapat maju dan berkembang apabila generasi penerusnya tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga  memiliki tingkat moral yang tinggi serta berprilaku sopan. Dengan terlaksananya pendidikan moral tersebut para remaja di Indonesia dapat memahami akan perbedaan moral di Negara sendiri dengan perbedaan luar negeri.
Orangtua sekarang mesti belajar menjadi tempat ternyaman untuk bercerita dan berkeluh kesah buah hati mereka. Kadang anak-anak merasa takut dan canggung untuk membicarakan sesuatu hal. Mulai dari hal yang bersifat sepele maupun sesuatu hal yang rumit yang anak-anak mereka alami dikehidupannya. Ciptakan komunikasi dua arah yang selaras dan stabil terhadap putra putri Anda dirumah, agar tindakan-tindakan kenakalan remaja yang buruk dapat diminimalisir dalam keluarga maupun disekolah.

Fenomena LGBT ini sebenarnya dapat diatasi sedini mungkin agar penyebarannya tidak meluas. Membentengi diri dengan pendidikan spiritual serta pendidikan moral bangsa yang mesti digalakkan kembali oleh Pemerintah. Diharapkan agar masa depan generasi penerus bangsa ini akan tetap terjaga martabat dan jati diri bangsa.

Priok,27 April 2016
Eka Rahmawati

Sabtu, 20 Desember 2014

Kepala yang Menunduk


Kembali lagi rutinitas wajib  itu aku lakukan. Dihadapan sang jubah putih itu, ku lepaskan pakaian penutup bagian atas yang ku kenakan. Ku jatuhkan kebawah hingga lantai. Terulang lagi seperti yang seminggu lalu telah terlaksana. Kedua tangannya mulai meraba setiap jengkal dadaku. Dengan gerakan seperti memijit, memutar, kadang menekan-nekan. Ahhhh.. rasanya ?! entahlah. Perih, tapi telah bosan aku meringis.
“ Kapan keputusan kamu dibuat ? “ tanya sang jubah putih. Pertanyaan yang sering terlontar dari bibir bergincu merah bata itu. Sudah bosan aku mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang berakhir dengan permintaan bahkan tak jarang berhujung pada pemaksaan. Yah si jubah putih itu memintaku untuk mengambil keputusan kapan aku bersedia untuk menjalani operasi. Stadium kankerku sudah mencapai level 3. Sebuah level yang tidak main-main, bahkan bisa menjadi tamat aku dibuatnya. Padahal belum puas aku bermain-main bersama penyakit ini.
                “ Iya nanti Mita. Di kantor masih banyak proyek yang belum selesai. Paling beberapa bulan lagi” jawabku. Sebenarnya aku memiliki seribu satu alasan untuk mengelak menjalani operasi itu. Namun lagi-lagi alasan yang paling logis adalah kantor, semua tipu muslihat itulah yang menjadi penghalang terlaksanannya hajat besarku itu.
“ Memang udah ga ada alternatif lain Mit ? “
                “ Lebih  baik kamu merenungi apa makna umur panjang. Semoga Tuhan dapat membuka jalan pikiranmu Ze… “
Aku menutup pintu ruangan dengan perlahan.Tak ingin karena suarannya yang gaduh membuatnya terganggu. Yahh benar. Dia lah penyemangatku. Dokter Paramita, dia lah yang selama ini menjadi Tuhan berikutnya dihidupku setelah Bapa,Bunda dan Roh Kudus. Bahkan sangking akrabnya aku denga  dokter ini, sampai-sampai sudah tidak ada lagi kata dokter sebagai panggilan hormatku padanya. Panggil Mita saja, itu pintannya padaku.
Dibilik berdindingkan kaca pemisah antara pasien dan seorang apoteker rumah sakit, Aku menebus resep yang diberikan Mita tadi. Dibagian bawah terdapat jendela kecil . Aku berikan kertas berisi goresan tinta yang tak jelas alur hurufnya. Tulisan yang meliuk-liuk, terlihat seperti sandi yang hanya dapat dimengerti oleh sang apoteker saja. “Silahkan tunggu disana.. “ suruhnya dengan nada yang lembut.

Sambil menunggu, ku ambil earphone dari dalam tas, lalu segera menyetel  lagu favorit dari handphone. Aku suka lagu-lagu hip hop ataupun rock. Iramannya . Berdegup-degup di jantung apabila terdengar sampai keras-keras. Rasanya telingaku menjadi penuh dibuatnya. Namun keasyikanku terganggu setelah datangnya seorang pria yang duduk tepat disebelahku.
                Suara riuh keluar dari tenggorokannya dan terdengar seperti ada lendir didalamnya. Tak ketinggalan, dari lubang hidungnya sayup-sayup terdengar suara  nafas yang terhalangi oleh sesuatu yang menggumpal didalamnya untuk turun ke bawah. Ia menutupinya dengan sapu tangan bermotif kembang-kembang hijau. Wah penebar virus orang ini.
“ Maaf yahh, Saya duduk disini tidak mengganggukan ? “
“ yasudah duduk saja “
Meski ku tanggapi dengan nada ketus tapi tetap saja Dia mengajakku untuk mengobrol. Mulai dari sebab-sebab Dia datang ke rumah sakit karena terserang demam. Bahkan mulai menyalahkan orang-orang yang tidak ku kenali. Mulai dari Jefri, Roy, Kokom dan ahhh persetan ! konon, mereka adalah orang-orang yang menyebabkannya terserang demam. Hujan-hujanan sepulang dari rapat yang dilaksanakan di luar kantor menjadi faktor utama menurutnya.
“ Namamu siapa ? “ Dia mengatakan itu sembari menyodorkan tangan kanannya. Dengan penuh harap cemas. Terlihat jelas di kelopak matanya yang terbingkai oleh lensa kotak yang bertangkai hingga telinga. Kami berkenalan di ruang tunggu apotek rumah sakit. Namannya Dan. Aku berharap itu nama baptis dari Daniel atau Dante. Ternyata itu sebuah nama sapaan dari nama Ardan. Pria berperawakan tegap itu seorang muslim ternyata. Pada intinya dari perkenalan kami terdapat kesimpulan bahwa dua orang penyakitan saling bertemu ditempat berkumpulnya orang-orang berpenyakit dan berkenalan. Mungkinkah kami berbagi penyakit ?
Pertemanan kami berlangsung sejak pertemuan kita di ruang tunggu itu. Dan sering menelponku pada saat malam hari. Dia juga sering ke kantorku untuk mengajak makan siang bersama. Lelaki beralis tebal itu terlalu banyak bicara, bahkan tak sungkan untuk menceritakan segala macam hal dalam hidupnya secara terperinci. Namun, Aku betah saja meladeni celotehannya itu. Dengan setulus hati, Dan menceritakan semuanya. Padahal Aku jarang membagi kisah hidupku bersamanya.
“ Aku ingin melamarmu Ze.. “

Gurauan itu membuatku tertawa cekikikan, namun rasanya ada aliran listrik yang mengejutkan syaraf-syaraf di jantungku sehingga dadaku bergetar. Ahh mungkin itu efek obat yang di berikan oleh Mita. Kadang beberapa obat berdosis tinggi memiliki efek membikin jantung berdebar bahkan keringat dingin.
Tak pernahku sangka semua itu ternyata bukanlah sekadar ocehan belaka. Namun jujur, memiliki seorang lelaki saja Aku tak pernah terpikirkan. Apalagi membayangkan sebuah pernikahan.  Ohh Bapa mengapa pria ini mengatakan hal demikian ?!
Operasi pemusnahan kanker itu akhirnya berhasil di wujudkan. Bonusnya Aku harus kehilangan organ penting dari tubuh yang berperan penting dalam proses susu-menyusui . Tapi setelah dilihat-lihat tak ada bedanya. Aku masih seksi seperti yang dulu-dulu. Ritual pijit-pijit telah usai. Kini ritual penyiksaan baru harus Aku hadapi. Aku berganti dokter. Dokter Darma, spesialisasi pengobatan pasca operasi. Kemoterapi, menyebutkan namanya saja membuatku seperti tersambar geledek di siang bolong.
Ku jalani kemoterapi, Dan dengan setia menemani setiap kegiatan baruku itu. Sesuai dengan efek kemoterapi yang telah dijalani para alumni pasien sebelum diriku. Rambut mulai tanggal dari kepala, alis mata hilang entah kemana, bulu mata yang lentik kini berguguran, bahkan perutku ikutan rewel memuntahkan segala sesuatu yang masuk kedalamnya.
“ Aku ingin kau jadi istriku Ze…. “
Sekali lagi Aku menolaknya. Karena asmara bukan fokus utamaku. Aku ingin sembuh. Tapi benar-benar, Dan memang kepala batu. Dia tak sedikitpun beranjak dan teguh pada pendiriannya.  Aku menyuruhnya untuk mencari wanita lain yang lebih sehat dan kuat. Karena tentu saja seseorang yang berpenyakit seperti ini pasti akan menjadi bibit penyakit untuk para generasi penerusnya. Lagi pula apakah orang tuanya mau menerima keadaanku yang penyakitan dan berkepala licin gundul seperti ini ?. Apalagi Dan menyandang predikat sebagai anak tunggal. Anak tunggal, yang artinya anak semata wayang keluarga.
Pastilah merepotkan bila Aku menjadi istrinya. Repot mulai dari acara pernikahan yang harus menyewa ambulan beserta seperangkat dokter siaga untuk berjaga-jaga. Repot dalam urusanku yang harus mondar-mandir kerumah sakit. Apalagi soal biaya. Tentulah akan menguras pundi-pundi kekayaannya yang telah susah payah dicari selama lima tahun terakhirnya  bekerja. Tapi tetap saja Dia tak mundur jua.
“ Tuhan kita berbeda Dan… “
“ Tuhan hanya satu. Manusialah yang membuatnya berbeda. Sudah cukup Aku menyentuhmu dengan pandangan. Sudah cukup Aku menciumi bayanganmu. Aku ingin semuanya menjadi nyata. Aku ingin Ze halal untuk Dan... “
Setelah mulutnya rapat usai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba dipandanganku terlihat dirinya memancarkan kilat-kilatan cahaya dan berubah menjadi sinar yang berkilauan. Mataku silau dibuatnya. Akupun tertunduk, Aku coba kembali menatapnya. Namun, lagi-lagi cahaya itu kembali terang berkali-kali lipat dari sebelumnya. Aku kembali tertunduk.
Aku menunduk hanya pada sang pencipta dunia beserta isinya, mendiang ibuku,  ayahku dirumah serta dokter Mita. Tapi kini aku menunduk di hadapannya. Rasanya seperti Tuhanku sedang berada di puncak ubun-ubunnya. Aku melihat Tuhan dalam dirinya. Kepalaku selalu tertunduk di hadapannya. Aku bisa meninggalkan manusia tapi mana mungkin aku bisa meninggalkan Tuhan. Aku harus berbuat apa ?
Kesehatanku semakin melemah. Kekbalan tubuhku mulai naik tunun. Paramita mulai angkat bicara soal dilema hati dan imanku ini. Dia seperti seorang pastur yang sedang berkhotbah didepan jidatku. “ apakah menikah berbeda agama itu sah ? lagi pula Negara tidak menyetujuinya Zee. Coba pikirkan dengan akal sehat serta imanmu. Bagaimana dengan tanggapan orang diluar sana !!! “ kata-kata itu seperti cambuk yang mengenai tubuhku. Aku tidak perduli dengan cibiran manusia diluar sana. Mereka bukan hakim, yang berhak untuk menjatuhkan hukum padaku. Mereka hanyalah penonton yang bisanya menyalahkan dan bergunjing.  
Cinta betapa jahatnya dirimu. Kau dengan bebas menghubungkan antara pria dan wanita serta menyatukannya dalam kemesraan. Kini kau malah membuat korbanmu menjadi  kebingungan. Tentang bagaimana cara untuk menyatukan ikatannya. Kini kau membuatku harus menyusuri tempat yang penuh dengan jalan dan lorong yang berliku-liku dan simpang siur. Terhadang dengan kokohnya perbedaan agama, adat, dan hukum yang berlaku.
Aku mencintai Dan. Dan mencintai aku. Perbedaan yang  diantara kita semakin kokoh dan tegak berdiri, serta semakin sulit untuk kami dapat tembus ataupun sekadar mencari secercah celah. Semakin tembok itu dihancurkan, maka semakin kokoh bangunan itu. Tidak ada lubang ataupun celah yang dapat dihancurkan untuk dapat kami bertemu ataupun saling memegang tangan.

Apakah dia harus ikut beriringan denganku melantunkan  Rosario dengan khidmat, atau aku berada dibelakangnya dengan pakaian penutup aurat serta menjadi makmum saat bersujud padaNya. Apakah Tuhan mau menerima seorang hamba baru, yang bersedia memujaNya karena pengorbanan dari sebuah cinta terhadap seseorang yang dicintainya. Sebuah pengorbanan tentang keyakinan serta iman.
Apakah pemujaan Tuhan karena cinta terhadap seseorang dapat diterima oleh sang pencipta cinta itu sendiri ? lalu bagaimana dengan iman dan keyakinan yang dipaksakan oleh cinta terhadap seseorang dan bukan karena cintanya kepada Tuhan. Cinta terhadap Tuhan baru yang masih diragukan keabsahannya, cinta yang suci dengan ikhlas beribadah atau cinta semu yang terpaksa dilakukan ?. Aku ingin memilikinya. Aku harus apa sekarang ? aku bisa lakukan apa ? ohh Tuhann.
***
Tuhan dengan perlahan memutar lentera milikNya yang teramat besar itu dari langit. Memutarkannya ke sisi lain dari bumi  ini, agar manusia dibelahan bumi yang lain dapat merasakan dahsyatnya khasiat dari lentera besar ini. Redup-redup cahaya lentera itu lalu benar-benar menghilang cahayanya. Semuanya gelap gulita, namun Tuhan masih menyediakan lampu yang dapat menyinari bumi  yang merupakan satelit alam. Lampu cantik yang dapat berubah bentuk dari sabit yang berbentuk senyuman manis, ataupun bulatan besar seperti biscuit coklat. Satelit yang dengan setia memutari bumi tanpa pernah protes itu mulai menampaknyan wajahnya. Namun kemilau cahaya dari satelit itu tertutup sinarnya oleh rintikan air yang menetes dari awan. Rintik-rintik air itu semakin lama semakin turun dengan derasnya. Petir ikut menghiasi langit dengan guratan-guratan kilat dan berakhir dengan dentuman keras dari langit, yang menggelegar sampai ke bumi.
Pesawat listrik yang bergagang itu berdering tiba-tiba. Aku angkat gagang putih yang terdapat tali melingkar-lingkar  dari ujung gagangnya itu sampai dipapan bertombol warna-warni yang berfungsi untuk mengalirkan listrik. Terdengar seseorang yang berbicara dari dalam pesawat telepon itu dengan nada lembut dan sopan.
“ Selamat malam dengan Ibu  Zean disini ?”
“ Ya benar dengan saya sendiri. Ini siapa ? dan perlu apa malam-malam begini menelpon ?”
“ Kami dari Rumah Sakit Sumber Abadi, kami ingin memberitahukan bahwa kerabat Anda sedang berada dirumah sakit ini”
“ Kerabat ? siapa namanya ? dan apa yang terjadi ? “
“ Sekitar pukul delapan malam tadi kami baru saja mendapatkan pasien kecelakaan tabrak lari, dan korban datang dalam kondisi sudah sekarat. Korban bernama Ardan Wijoyo “
“ ya Tuhan… bagaimana kondisinya saat ini ?! di…. dimana alamat rumah sakitnya ? “
“ Maaf Ibu.. korban kini tidak dapat tertolong lagi. Korban meninggal karena kehabisan banyak darah. Alamat rumah sakit kami di Jalan Warkasya kavling 73. Kami menelpon Ibu karena kami menemikan secarik kertas yang berada dalam saku jaket kulit milik korban. Lalu kami segera mencari nomer telepon Ibu di phonsel miliknya “
“ Haloooo…. Halooooo… Ibu Zean ? halooo … Ibu Zean.. … “
Tuuutttt…… tuuutttt…… tuttttt…….


Priuk, 16 Desember 2014

Jumat, 05 September 2014

Bersyukur

Cukup !!!
Hentikan !!!
Berlebih-lebihan, berhambur-hamburan. Lihatlah disekeliling lingkungan kita. Masih banyak anak-anak kelaparan dan bergizi buruk.
Saling berbagi nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Itu adalah solusi yang sederhana untuk bisa dikerjakan.
Karna pada dasarnya 2,5% milik kita adalah milik mereka juga.

Kamis, 21 Agustus 2014

Hayooo ini apaaa ?!

Masih ingatkah dengan makanan ini ??

Waktu masih taman kanak-kanak, sering sekali mama belikan biskuit ini setiap beliau pergi ke swalayan. Waktu dulu rasanya masih original. Sekarang sudah ada rasa-rasa yang beragam.

Bersyukur deh... Brand makanan ini masih ada dipasaran. Tentunya, para konsumen akan bernostalgia dengan biskuit berbentuk imut ini.

Jadi pengen belii....
Selamat menikmati, yummmyyyy